Dompet Tipis, Strategi Tajam: Cerita Mahasiswa Merantau di Kota Malang

   
Melsindi,mahasiswa inspiratif umm berasal dari jawa timur


Halo, namaku melsindi. Aku mahasiswa semester empat di salah satu kampus swasta di Kota Malang. Dua tahun lalu, aku datang dari kota kecil di Jawa Timur, membawa koper besar, semangat tinggi, dan dompet yang langsung menipis di minggu kedua.

Malang itu ramah, sejuk, dan seru. Tapi bagi mahasiswa, apalagi perantauan seperti aku, yang bikin pusing bukan soal tugas kampus — tapi gimana caranya bertahan hidup dengan uang saku pas-pasan. Di sinilah ceritaku dimulai, tentang bagaimana aku belajar memanage keuangan supaya tetap bisa makan enak, nongkrong sesekali, dan bayar kos tepat waktu.
 

1. Mencatat Semua Pemasukan dan Pengeluaran

Awalnya aku merasa catatan keuangan itu ribet dan gak penting. Tapi ketika akhir bulan dompet cuma isi struk Indomaret dan recehan, aku mulai sadar: aku gak tahu ke mana uangku pergi. Sejak itu, aku mulai pakai aplikasi keuangan (bisa yang gratisan di Play Store), dan ternyata membantu banget!

Setiap aku beli kopi susu kekinian atau bayar ojek online, langsung aku catat. Dari situ aku tahu, ternyata pengeluaran paling besar justru dari hal-hal kecil yang kelihatannya sepele.
 

2. Bikin Pos Pengeluaran Tetap

Setiap awal bulan, begitu uang kiriman masuk, aku langsung pisahkan untuk beberapa kebutuhan utama:

Uang kos: jangan ditunda-tunda. Bayar duluan sebelum tergoda promo-promo marketplace.

Makan harian: aku budget sekitar Rp 25.000 per hari. Jadi sebulan sekitar Rp 750.000.

Kebutuhan kuliah: print, ATK, pulsa, dll.

Tabungan darurat: walaupun kecil, aku usahakan nyisihin Rp 100.000–200.000/bulan.

Jajan & hiburan: ini bagian yang fleksibel, tapi tetap ada batasnya supaya gak bablas.

3. Masak Sendiri Itu Solusi

Tinggal di Malang itu enak karena banyak makanan murah. Tapi kalau tiap hari beli makan di luar, tetap saja boros. Aku mulai belajar masak sederhana — nasi goreng, telur dadar, sayur sop. Dengan Rp 50.000 aku bisa masak buat 3–4 kali makan.

Kadang kami, anak-anak kos, patungan buat masak bareng. Selain hemat, jadi lebih akrab juga. Dari situ aku tahu: hemat itu gak harus menyiksa.
 

4. Cari Penghasilan Tambahan

Dulu aku mikir, kuliah aja udah capek, mana sempat cari uang? Tapi ternyata banyak cara yang fleksibel buat mahasiswa:
  • Freelance nulis (seperti artikel ini)
  • Jualan online kecil-kecilan (aku pernah jual skincare second ori!)
  • Mengikuti workshop di industri perfil-man
  • Jadi admin sosmed atau desain untuk UMKM lokal
Di Malang, banyak banget peluang — tinggal kita mau gerak atau enggak.
 

5. Belanja Pakai Otak, Bukan Nafsu

Malang penuh godaan: diskon baju di Cyber Mall, kopi cantik di daerah Soehat, sampai skincare viral di IG. Tapi aku belajar satu hal: gak semua yang murah itu perlu dibeli. Aku mulai tanya ke diri sendiri sebelum beli sesuatu: “Ini kebutuhan atau cuma keinginan?” Kalau masih ragu, aku tunda 2–3 hari. Biasanya rasa pengennya udah hilang duluan.

Penutup: Bertumbuh Lewat Uang Pas-Pasan

Hidup dengan uang terbatas bukan berarti hidup dalam kekurangan. Justru dari keterbatasan itu aku belajar disiplin, bijak, dan mandiri. Tinggal di Malang bukan cuma soal kuliah dan IPK, tapi juga tentang bagaimana aku membentuk versi terbaik diriku — termasuk dalam hal keuangan.

Buat kamu yang juga sedang bertahan di perantauan, semoga cerita ini bisa jadi cermin dan inspirasi. Kita sama-sama berjuang, dan percayalah, kamu gak sendirian.
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال